Artikel Baru :
Home » » Aliran Asy’ariyah

Aliran Asy’ariyah

Wednesday, October 23, 2013 | 0 komentar

         Agama Islam terdiri dari 73 aliran,  setiap aliran memiliki filosofi masing-masing dan pandangan yang berbeda-beda, tiap-tiap aliran tersebut mengklaim bahwa aliran merekalah yang paling benar, pada kesempatan kali ini, aul-al-ghifary.blogspot.com akan membahas salah satunya yaitu Aliran Asy’ariyah, mungkin dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan, maka dengan rendah hati saya mohon kepada pembaca, untuk berkomentar apabila mendapati kekurangan tersebut.


    Aliran Asy’ariyah ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran-aliran yang muncul sebelumnya. Penamaannya dinisbahkan kepada Abu Hasan Ali al-Asy’ari yang semula adalah seorang pengikut Mu’tazilah. Aliran ini berusaha menghidupkan kembali pemahaman keagamaan kepada al-Qur’an dan al-Hadith sebagaimana yang dipahami dan dipraktekkan oleh generasi salaf tetapi dengan mempergunakan argumentasi bercorak kalamiyah.


      


       Asy’ari percaya bahwa fungsi akal adalah sebatas mengetahui hal-hal yang empiri (kongkrit), sedangkan wahyu memberi informasi tentang hal-hal yang lebih luas termasuk soal metafisika. Ia menerima keabsahan khabar ahad sebagai hujjah dalam bidang akidah. Terkait persoalan iman, Asy’ari mendefinisikannya sebagai tasdiq (pengakuan atau pembenaran) dengan hati, lisan dan perbuatan. Iman bersifat fluktuatif, dapat bertambah dan berkurang (yazid wa yanqus). Dengan demikian, pelaku dosa besar dipandang tetap sebagai seorang mukmin selama mengimani Allah dan Rasul-Nya. Hanya saja ia ‘asi atau mukmin yang berbuat maksiat. Perkara dosanya diserahkan sepenuhnya kepada Allah di akhirat kelak.

       Tidak seperti Mu’tazilah, terkait aspek ketuhanan Asyariyah meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat. Kalam Allah yang menurut Mu’tazilah adalah makhluk, menurut Asyariyah perlu dibedakan pengertiannya menjadi kalam majazi dan kalam nafsi. Kalam majazi adalah al-Qur’an dalam bentuk tertulis yang dipegang manusia dan bersifat baru. Sedangkan kalam nafsi bersifat abadi bersamaan dengan wujud Allah. Tuhan dalam kacamata Asy’ariyah bersifat mutlak baik dalam kekuasaan maupun keadilannya. Dalam kekuasaannya Tuhan bebas berkehendak dan berbuat, dan perbuatannya tersebut pasti bersifat baik dan adil. Hal ini menjadi kontra wacana dari paham Mu’tazilah yang mempercayai keniscayaan prinsip keadilan dan al-shalah wa al-aslah terhadap perilaku Tuhan. Asy’ariyah juga percaya bahwa Tuhan itu maujud dan karenanya dapat dilihat di akhirat dengan mata telanjang oleh penghuni surga. Mereka cenderung menolak takwil dan menerima penafsiran harfiah sekalipun tidak menerima tasybih (penyerupaan bentuk) dan takyif (penyerupaan cara).

     Pokok-pokok pemikiran al-Asy’ari yang dijuluki sebagai Imam Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah ini semakin lama kian memperoleh pengikut. Bahkan sepeninggalnya, pemikirannya masih dapat menjangkau wilayah persebaran yang sangat luas. Mazhab teologi ini kemudian dilanjutkan dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh lain sesudahnya seperti Abu Bakar al-Baqillani dan Imam al-Ghazali.


Paham Asy’ariyah

        Kemampuan Asy`ariyah dalam memukul Mu`tazilah bisa dimaklumi karena sebelumnya Al-Asy`ariy pernah berguru kepada mereka. Beliau paham betul lika-liku logika Mu`tazilah dan dengan mudah menguasai titik-titik lemahnya.
Meski awalnya kalangan Ahlussunnah sempat menaruh curiga kepada beliau dan pahamnya, namun setelah keberhasilannya memukul Mu`tazilah dan komitmennya kepada aqidah ahlus sunnah wal jamaah.
Perbedaan dan persamaan model pemahaman / pemikiran antara Asy`ariyah dan Maturidiyah bisa kita break-down menjadi beberapa point :
  
1. Tentang sifat Tuhan
Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya. Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.
2. Tentang Perbuatan Manusia.
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut Maturidiyah, perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini, Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujdukan oleh manusia itu sendiri.
3. Tentang Al-Quran
Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah. Keduanya sama-sama mengatakan bahwa Al-quran itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka berselisih paham dengan Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.
4. Tentang Kewajiban Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah.
5. Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat diantara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”.
6. Tentang Janji Tuhan
Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.
7. Tetang Rupa Tuhan
Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang mengandung informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah.

       Di masa lalu ada perdebatan sengit antara para ulama dan tokoh-toko teologi yang ditimbulkan akibat masuknya nilai-niai filsafat non Islam terutama dari barat (Yunani). Karena akar filsaat dan teologi mereka berangkat dari mitos tanpa dasar dari agama samawi yang kuat, maka masuknya paham ini kedunia Islam pastilah menimbulkan pertentangan tajam. Dalam tubuh umat Islam, pertentangan ini mengerucut pada tarik menarik antara dua kutub utama yaitu ahlussunnah yang mempertahankan paham berdasarkan nash (naql) dan Mu`tazilah yang cenderung menafikan nash (naql) dan bertumpu kepada akal semata. Sehingga mereka sering disebut dengan kelompok rasionalis.
 
      Dalam perbedabatan panjang antar dua kutub yang saat itu kebetulan kemlompok mu`tazilah sempat memegang tampuk kekuasaan sehingga berusaha melikuidasi dan melenyapkan tokoh lawannya.

     Di antara barisan ahlussunnah ini muncul nama dua tokoh ulama yang cukup berpengaruh, yaitu Al-Asya`ri dan Al-Maturidi. Mereka dalam hal ini menjadi qutub kekuatan mazhab aqidah yang sedang mengalami gempuran hebat dari kelompok rasionalis yang saat itu memang sedang di atas angin.

     Al-Asy`ari mencoba menangkis semua argumen kelompok rasionalis dengan menggunakan bahasa dan logika lawannya. Karena kalau dijawab dengan dalil nash (naql), jelas tidak akan efektif untuk menangkal argumen lawan. Karena lawannya sejak awal sudah menafikan nash. Sehingga kita memang melihat adanya kombinasi antara dalil aqli dan naqli yang digunakan oleh Al-Asy-`ari. Pada masanya, metode penangkisan itu sangat efektif untuk meredam argumen lawan.
 
      Tentu tidak tepat untuk membandingkannya dengan zaman yang berbeda. Karena bila hal itu dilakukan, memang disana sini barangkali kita akan temukan hal-hal yang agak janggal secara konsep aqidah yang manhajiyah. Sayangnya, oleh mereka yang kurang mengerti duduk permasalahn, kejanggalan inilah yang sering dijadikan bahan tuduhan bahwa mazhab aqidah ini sesat. Padahal dimasanya, banyak sekali para ulama yang secara otomatis berada di pihak Al-asy`ari bila melihat tarik menarik antar kedua kelompok. Namun bukan berarti semua ulama saat itu 100 % menerima / setuju dengan detail mazhabnya. Dan hal itu adalah sesuatu yang lumrah sifatnya.

       Dan memang secara kenyataannya mazhab aqidah Asy`ariyah ini memang mazhabyang paling banyak dipeluk umat Islam secara tradisional dan turun temurundi dunia Islam. Di dalamnya terdapat banyak ulama, fuqoha, imam dansebagainya. Meski bila masing-masing imam itu dikonfrontir satu persatu, dengan detail pemikiran asy`ari, belum tentu semuanya sepakat 100 %. Bahkan sejarah mencatat bahwa hampir semua imam besar dan fuqoha dalam Islam adalah pemeluk mazhab aqidah al-As-`ari. Antara lain Al-Baqillani, Imam Haramain Al-Juwaini, Al-Ghazali, Al-Fakhrurrazi, Al-Baidhawi, Al-Amidi, Asy-Syahrastani, Al-Baghdadi, Ibnu Abdissalam, Ibnud Daqiq Al-`Id, Ibu Sayyidinnas, Al-Balqini, al-`Iraqi, An-Nawawi, Ar-Rafi`I, Ibnu Hajar Al-`Asqallani, As-Suyuti.

      Sedangkan dari wilayah barat khilafat Islamiyah ada Ath-Tharthusi, Al-Maziri, Al-Baji, Ibnu Rusyd (aljad), Ibnul Arabi, Al-Qadhi `Iyyadh, Al-Qurthubi dan Asy-Syatibi.
Jangan lupa juga bahwa universitas Islam terkemuka di dunia dan legendaris menganut paham Al-Asy`ariah dan Maturidiyah seperti Al-Azhar di Mesir, Az-Zaitun di Tunis, Al-Qayruwan di Marokko, Deoban di India. Dan masih banyak lagi universitas dan madrasah yang menganutnya.

     Para ulama pengikut mazhab Al-Hanafiyah adalah secara teologis umumnya adalah penganut paham Al-Maturidiyah. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi`iyyah secara teoligs umumnya adalah penganut paham Al-Asy`ariyah. Bila Asy`ariah dianggap sesat, tentu saja kita perlu mengeluarkan para ulama salaf itu dari garis Islam, begitu juga universitas Islam dan para imam mazhab. Dan mayoritas terbesar umat Islam sepanjang masa pun harus dianggap sesat pula dan keluar dari garis Islam. Tentu saja ini bukan perkara sepele. Yang benar adalah bahwa Al-Asy`ariyah itu adalah bagian dari aqidah Ahlussunnah wal Jamaah. Umat Islam telah ridha kepadanya karena menjadikan Al-quran dan sunnah sebagai sumbernya.

       Bila pada hari ini mazhab ini kita kritisi, sangat boleh jadi ada hal-hal yang kurang tepat. Tetapi kita harus ingat bahwa masa dimana mazhab ini ditumbuhkan tadi. Dan menurut kami, kalaupun kita akan mengoreksinya, maka itu adalah hal yang sangat baik. Tapi tentu saja caranya bukan dengan gebyah uyah dan sekedar menuduh sesat hanya karena ada point-point yang kurang tepat.
  
        Kurang tepat disini sebenarnya lebih kepada masalah yang kurang qath`i, dimana masih bisa diterima adanya berbedaan paham dikalangan ulama. Karena memang nash dan dalilnya memungkinkan untuk dipahami secara berbeda. Nah kalau dalam perbedaan seperti ini, satu pihak menuduh pihak lain sebagai sesat, bid`ah, jahil dan sebagainya, kelihatan kurang etis. Apalagi bila yang menuduhkan itu hanya mereka yang sekedar bertaqlid kepada syeikh / gurunya saja tanpa pernah menela`ah secara ilmiyah dan mendasar, apa sesungguhnya yang jadi titik perbedaan di antara ulama. Dalam masalah ini, sangat baik bila kita berpegang pada kaidah bahwa setiap orang bisa diterima perkataannya atau ditolak kecuali Rasulullah SAW.


Atomisme Asy'ariyah 

       Perkembangan sains bukan sekadar persoalan kapital melainkan juga persoalan teologis. Persisnya, efek dari pandangan teologi.Teologi merupakan bagian utama dari pandangan dunia (world view) yang melukiskan kaitan antara Sang Pencipta dan yang dicipta. Teologi atau ilmu kalam yang diajarkan di dunia Islam termasuk Indonesia adalah aliran Asy'ariyah atau sering disebut sebagai ahl sunnah wal jamaah. Padahal pandangan Asy'ariyah cenderung berseberangan dengan landasan sains yang disebutkan di atas. Aliran kalam lain yaitu Mu'tazilah cenderung berpandangan rasional liberal. Aliran ini berpandangan bahwa alam bahkan Tuhan sendiri terikat oleh hukum alam yang tidak berubah.

      Mu'tazilah berpandangan setiap benda mempunyai nature-nya sendiri, menimbulkan efek tertentu, dan tidak dapat menghasilkan efek lain. Api tidak menghasilkan sesuatu kecuali panas, dan es tidak menghasilkan sesuatu kecuali dingin. Dan, efek yang ditimbulkan oleh setiap benda bukan perbuatan Tuhan. Keseragaman peristiwa alam itulah yang dikenal sebagai hukum kausalitas. Abu Hasan Asy'ari yang mulanya pengikut Mu'tazilah tidak setuju ide nature dan efeknya yang khas.
 
      Api tidak mempunyai sifat panas dan daya bakar, buktinya nabi Ibrahim tidak hangus saat dibakar. Asy'ariyah juga menolak kausalitas; dan menurutnya keseragaman peristiwa alamiah hanya penampakan dan tidak nyata dalam arti tidak memiliki eksistensi objektif. Sebab akibat tidak lebih dari sekadar konstruksi mental atau kebiasaan dalam pikiran. Asy'ariyah juga menolak pandangan Mu'tazilah tentang kehendak bebas dan daya manusia. Ide ini dipahami Asy'ariyah sebagai adanya pencipta (daya) selain Tuhan yang pada gilirannya juga bermakna manusia tidak lagi berhajat kepada Tuhan.

      Mengenai perbuatan manusia, agar tidak seperti Mu'tazilah tetapi juga tidak jatuh pada pandangan jabbariyah Asy'ariyah memperkenalkan ide al-kasb (perolehan). Al-kasb merupakan perbuatan yang terletak di dalam lingkungan daya yang diciptakan, dan diwujudkan dengan perantara daya yang diciptakan. Dengan demikian daya manusia turut serta dalam perwujudan manusia, karenanya manusia tidak sepenuhnya pasif. Konsep ini cukup sulit dipahami orang kebanyakan dan simplifikasinya tetap membawa pada ide fatalistik.

     Asy'ariyah memang berangkat dari aksioma superioritas Tuhan. Kausalitas hanya akan menurunkan peran dan derajat kesakralan Tuhan. Sikap ekstrem ini, menurut perenialis Frithjof Schoun membawa pada paradoks dan absurditas. Menjadi hampa makna dan absurd ketika Tuhan menjanjikan surga tetapi Dia dengan sewenang-wenang boleh melanggarnya sebagaimana ide Asy'ariyah. Schoun juga memperlihatkan argumen penolakan Asy'ariyah pada nature segala sesuatu misalnya api yang panas dan membakar tertolak. Seandainya api tidak mempunyai nature demikian maka Tuhan tidak akan memerintah api menjadi dingin.

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim".(QS. Al Anbiyaa:69).

Pengalaman fisika

    Pandangan Mu'tazilah selaras dengan sains secara umum. Sungguh pun demikian, penerimaan kausalitas dan Mu'tazilah tidak berarti harus membuang Asy'ariyah seperti saat ini yaitu menerima Asy'ariyah tetapi mengkafirkan serta menolak Mu'tazilah. Atomisme Asy'ariyah yang sepenuhnya berangkat dari teks kitab suci, orisinal, dan unik. Al-Baqillani menyatakan bahwa alam terdiri dari atom-atom yang tidak mempunyai ukuran, homogen, dan berjumlah berhingga.
   
   Meskipun tak berdimensi atom-atom terpadu membentuk benda yang berdimensi. Atom-atom juga tercipta dan musnah seketika karenanya tidak ada konsep jarak. Tuhan terus menerus mencipta (QS 30:11) atom-atom dengan sifat yang sama selama Dia menginginkan benda yang sama. Ternyata gagasan ini dekat dengan atomisme kuantum. Mu'tazilah dan Asy'ariyah berseberangan tetapi keduanya juga menawarkan kebenaran. Fisika dapat mendamaikan antara kausalitas yang mengikat Tuhan ala Mu'tazilah dan penciptaan serta pemusnahan oleh kesewenang-wenangan Tuhan versi Asy'ariyah.

     Dunia makroskopik memenuhi hukum kausalitas deterministik Newtonian sedangkan di dunia mikro berlaku hukum probabilistik. Mekanika klasik tidak mampu mendiskripsikan perilaku mikro sedangkan mekanika kuantum tidak efektif menjelaskan penampakan makro. Keduanya dikaitkan oleh prinsip korespondensi Bohr, wilayah makro merupakan limit ekstrem gambaran mikro. Keduanya mampunyai domain berbeda, saling melengkapi, dan dalam bahasa teologi sama-sama memerlukan kehadiran aktor tunggal yaitu Tuhan. Kemunculan-Nya saja yang berbeda, pada wilayah makro muncul dalam bentuk sunnatullah yang tetap, sedangkan di wilayah mikro dalam ketentuan yang tak dapat dipastikan kecuali kemungkinan-Nya. Selanjutnya untuk mengejar ketertinggalan dalam banyak aspek kita perlu membuat breakthrough ala Bacon yang sangat anti-metafisika dan logika Aristotelian yang hanya bertumpu pada silogisme dan menggantinya dengan metoda ilmiah yang bertumpu pada eksperimen.

Referensi: Republika (14 Februari 2004)
Share this article :

No comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PENDIDIKAN ISLAM - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger